Sejarah Candi Borobudur, Peninggalan Dinasti Syailendra 

BEM – Rencana pemerintah memasang tarif naik ke atas Candi Borobudur sebesar Rp 750.000 per orang menimbulkan pro kontra di masyarakat.

Pemerintah berdalih, rencana tersebut adalah upaya konservasi atau pelestarian situs sejarah. Lonjakan harga tiket juga dibarengi dengan pembatasan jumlah turis, yakni 1.200 orang per hari.

“Langkah ini kami lakukan semata-mata demi menjaga kelestarian kekayaan sejarah dan budaya nusantara,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dikutip dari (4/6/2022).

Candi Borobudur memiliki sejarah panjang. Situs ini merupakan bukti sejarah perkembangan agama Buddha di Indonesia.Berikut sejarah Borobudur seperti dirangkum oleh .

Berdasarkan informasi dari situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Candi Borobudur diduga didirikan pada pemerintahan Dinasti Syailendra antara 750 – 842 masehi. Pendiriannya, diperkirakan secara bertahap dan gotong royong sebagai wujud kebaktian ajaran agama Buddha.

Balai Konservasi Borobudur dalam situsnya menyebutkan, Sejarawan J.G. de Casparis berpendapat bahwa pendiri Candi Borobudur adalah Raja Samaratungga yang memerintah pada 782-812 masehi, masa Dinasti Syailendra. Candi Borobudur dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana.

Pendapat itu berdasarkan interpretasi prasasti berangka tahun 824 masehi dan prasasti Sri Kahulunan 842 masehi.

Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam situsnya menyebutkan, ada tafsiran lain yang menuturkan bahwa Candi Borobudur bukanlah semata-mata berlatar agama Buddha. Lebih dari itu, bangunan candi dipengaruhi oleh konsep pemujaan leluhur yang diwujudkan dalam bentuk bangunan berteras.

Oleh sebab itu, Candi Borobudur mempunyai keragaman fungsi yakni monumen untuk memuliakan leluhur pendiri Dinasti Syailendra dan memuliakan agama Buddha.

Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Situs sejarah itu sempat ditinggalkan.

Dugaan sementara sejumlah ahli, penyebab kompleks candi tersebut ditinggalkan adalah bencana Gunung Merapi meletus pada 1006. Namun, hasil penelitian geologi, vulkanologi, dan arkeologi belum dapat membuktikan letusan hebat tersebut.

Pada abad ke-18, dapat dipastikan Candi Borobudur sudah tidak digunakan lagi. Beberapa naskah Jawa, salah satunya Centhini, menyebutkan lokasi candi ini sebagai bukit atau tempat yang dapat membawa kematian atau kesialan.

Artinya, tempat ini sudah ditinggalkan sebagai tempat suci agama Buddha.

Pada 1814, Candi Borobudur kembali ditemukan. Balai Konservasi Borobudur dalam situsnya menyebutkan, Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu ditemukan susunan batu bergambar.

Kemudian, Raffles mengutus seorang Belanda bernama Cornelius untuk memimpin pembersihan situs yang saat itu tertutup oleh tanah, semak belukar, dan pepohonan.

Pada 1835, pembersihan itu dilanjutkan oleh Residen Kedu yang bernama Hartman. Tak hanya pembersihan, ia juga mengadakan penelitian mengenai situs tersebut. Namun, laporan mengenai penelitian ini tidak pernah terbit.

Pemugaran besar-besaran Candi Borobudur tercatat sebanyak dua kali, berdasarkan informasi dari Balai Konservasi Borobudur. Pemugaran pertama dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Van Erp dan kedua oleh Pemerintah Indonesia diketuai oleh Soekmono.

Pemugaran pertama pada 1907-1911, dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah Hindia Belanda di bawah komando Van Erp. Pemerintah Hindia Belanda sepakat untuk menggelontorkan dana 48.000 gulden untuk pemugaran candi.

Sasaran pemugaran lebih banyak ditujukan pada bagian puncak candi yaitu tiga teras bundar dan bagian stupa.

Digital Collections Leiden University Libraries melalui https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ Pemugaran Candi Borobudur pada 1907-1911

Pemugaran kedua pada 1973 – 1983, oleh Pemerintah Indonesia di bawah komando Soekmono. Berdasarkan informasi dari situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada 1955 Pemerintah Indonesia mengajukan permintaan kepada UNESCO guna membantu menangani masalah Candi Borobudur.

UNESCO mendatangkan tenaga ahli yaitu Prof. Dr, P. Coremans, Kepala Laboratoire Central des Musees de Belgique. Coremans mendiagnosa bahwa Candi Borobudur menderita penyakit “kanker batu”, jika dibiarkan akan menghancurkan batu-batu candi secara perlahan.

Pada 1960, Borobudur dinyatakan dalam keadaan darurat. UNESCO pun terlibat lebih aktif dalam upaya pelestarian ini.

Pada 1971, dilakukan upaya penyelamatan Candi Borobudur secara besar-besaran, setelah UNESCO menyetujui pemberian bantuan pemugaran candi.

Pada 23 Februari 1983, pemugaran Candi Borobudur dinyatakan selesai. Selanjutnya, Presiden Soeharto meresmikan pembukaan Candi Borobudur bagi masyarakat luas.

Pada 1991, Candi Borobudur bersama-sama dengan Candi Pawon dan Candi Mendut ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia. UNESCO memberi nama situs ini Borobudur Temple Compounds.

Pada 2008, kawasan Candi Borobudur dinyatakan sebagai Kawasan Strategis Nasional. Langkah ini diikuti dengan peninjauan dan penataan kembali zonasi kawasan tersebut.

You May Also Like

About the Author: admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *