BEM – Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami startup belakangan jadi sinyal terbentuknya keseimbangan baru.
Direktur Utama PT Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, pihaknya juga tidak ingin ada gelombang PHK yang terjadi di perusahaan rintisan
Namun demikian, ia menyebut perusahaan startup harus bertahan di tengah investor yang mulai lebih selektif menggelontorkan pendanaan.
Baca juga: Mengapa Startup Indonesia Diterpa Gelombang PHK?
“Sekarang uangnya berkurang, investor sudah tidak jor-joran seperti dulu. Jadi, startup harus berhemat. Mungkin tadinya ada uang cukup untuk 6 bulan, sekarang harus bisa untuk 12 bulan bagaimana caranya,” kata dia kepada di sela-sel acara 4th Digital Summit Sea 2022, Selasa (7/6/2022).
Ia menambahkan, dalam menghadapi situasi semacam ini, startup memang perlu melakukan efisiensi. Namun demikian, ia menegaskan, PHK bukan satu-satunya cara melakukan efisiensi.
Eddi menjabarkan, startup dapat memangkas anggaran pemasaran. Selain itu startup juga bisa mengurangi anggaran promo dan diskon.
Lebih lanjut, Eddi mengatakan, startup dapat menempuh langkah efisiensi lainnya misalnya dengan mengurangi atau menunda peluncuran produk baru.
Tak hanya itu, dalam upaya efisiensi, perusahaan juga perlu untuk menahan rencana-rencana ekspansi bisnisnya.
“Langkah efisiensi ada berbagai macam, tidak hanya dengan PHK saja,” tegas dia.
Namun demikian, ia menekankan pentingnya startup untuk melakukan efisiensi. Pasalnya, startup perlu mengambil langkah strategis untuk dapat bertahan.
“Lebih baik ada efisiensi. Saya tidak pro PHK, tetapi lebih baik ada efisiensi daripada perusahaan tutup,” imbuh dia.
Baca juga: Di Balik Gelombang PHK Startup, Para Investor Makin Selektif
Lebih jauh, Eddi menjelaskan, ekosistem startup di Indonesia telah berumur 10-12 tahun. Pun, menurut dia selama periode tersebut nilai valuasinya selalu naik dan belum pernah turun.
Dengan demikian, fenomena yang terjadi beberapa waktu ini menjadi lumrah mengingat adanya siklus naik dan turun pada segala lini bisnis.
“Di semua investment, baik itu saham, emas, komoditas, dan properti semua ada siklus naik turun dari sisi harga. Startup ini naik terus. Bahkan, 10 sampai 12 tahun terakhir naik tanpa koreksi,” ucap dia.
“(Fenomena) ini tidak apa-apa, nanti akan balik lagi. Nanti akan memunculkan keseimbangan baru,” imbuh dia.
Ia menekankan dalam perkembangan startup, kualitas lebih penting ketimbang kuantitas.
Secara kualitas, Eddi membeberkan, start up harus berhati-hari mengurus keuangannya. Selain itu, perusahaan rintisan juga harus untung.
“Startup suka bakar uang, tapi tidak tahu profitnya apa. Sekarang mereka tidak bisa selalu bakar uang tanpa ada arah menuju profitable,” tutup dia.