BEM – Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB) Wiwit Kasiyati mengungkapkan hasil pemantauan kondisi Candi Borobudur dari tahun ke tahun. Dia bilang kerusakan di candi Buddha itu mengalami kenaikan.
“Kami tiap tahun rutin melakukan melakukan monitoring keterawatan. Keausan kita monitoring, kemudian retakan, sampah, jumlah pengunjung, pokoknya kerusakan yang ada di candi kita monitoring,” kata Wiwit.
“Kita melihat trennya (kerusakan) rata-rata naik karena nggak bisa dipungkiri Candi Borobudur adalah bangunan yang ada di ruang terbuka hujan panas itu pasti akan mempengaruhi kerusakan. Kemudian, kita sudah mempunyai analisa, punya grafik ternyata keausan tangga yang paling dominan karena jumlah kunjungan semakin banyak khususnya pada saat peak season. Semua pengunjung yang hadir berkesempatan naik semua berapapun jumlahnya,” dia menambahkan.
Menurut Wiwit, pengunjung yang naik Candi Borobudur datang secara mengalir. Rute para wisatawan, katanya, ketika sampai di bagian atas candi berakhir dengan foto-foto. Wiwit menilai justru para wisatawan itu tidak mendapat informasi atau edukasi tentang Candi Borobudur.
“Kalau pun dapat pemandu, tapi kan tidak semuanya. Pemandunya pun juga sulit untuk menjelaskan mass tourisme yang sudah berjalan sebelum pandemi COVID itu akan kita tiadakan. Kita akan mengubah paradigma menjadi quality tourism. Ini menjadi quality tourism ini juga kita didukung dengan ditetapkannya Candi Borobudur sebagai destinasi pariwisata super prioritas, kemudian didukung juga ada dokumen integrated tourism master plan (ITMP). Di sana (ITMP) disebutkan untuk kunjungan di Candi Borobudur harus dibatasi dan malah disebar ke kawasan,” tegas Wiwit.